Surat Abu

mak, abu ingin mendongeng untukmu
abu yang hilang peta
tak tau jalan pulang
menyusur malam berbulanbulan
tersesat dalam jarum jam
sungguh, abu ingin pulang

sudah terlalu lama tinggalkan rumah
pakaian dan boneka kesayangan
tak makan pula masakanmu dari dapur yang purba
bila alamat rumah hilang dari kepala
akan kualamatkan kemana surat ini mak

Kebumen, 2008

Oleh-oleh dari Kebumen

(Minggu-Selasa, 28-30 Des 08)

Kota kebumen merupakan salah satu kota di jawa tengah yang mempunyai kolektivitas budaya dan sejarah yang tersembunyi dan jarang diketahui oleh khalayak ramai. Diantaranya Somelangu, Pasar Seruni, Benteng Vanderwich (terletak di daerah Gombong ), Bulupitu, Tugu Lawet (Walet), Pantai Manganti, Pantai Bocor. Dll

Sebuah prawacana singkat tentang keberadaan Somelangu, mubaligh pertama kali di Somelangu adalah Syekh Abdul Kahfi yang berasal dari Yaman. Keadaan sebelum beliau datang ke Kebumen, orang-orang masih memeluk agama hindu. setelah mengalahkan seorang pengemuka agama hindu, beliau membangun sebuah masjid yang atapnya di buat dari daun soma yang berbau langu. Maka beliau juga sekaligus sebagai orang yang pertamakali menamai desa tersebut Somelangu. Beberapa daerah yang telah di lalui oleh Syekh Abdul Kahfi untuk menyebarkan agama islam antara lain : Pantai Karang bolong, Sruweng, Candimulyo dan Somelangu.

Somelangu juga pernah menorehkan sejarah Indonesia (tidak lepas dari konstelasi perpolitikan nasional Indonesia) yang menjadikannya cukup dikenal. Pada awal mulanya AOI (termasuk laskar perjuangan islam terbesar dikebumen) yang dipimpin oleh Syeck Mahfud Abdurrohman. Bertujuan memperjuangkan kemerdekaan dan membawa misi ajaran agama islam. Pascakemerdekaan kondisi pemerintahan di Indonesia sarat kepentingan politik, carut marut dan mau tidak mau saling menjegal dan berebut kekuasaan, ada yang memunculkan isu bahwa AOI bersatu dengan DI TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo yang berpusat di Jawa Tengah. ada pula isu bahwa laskar islam dan kepemudaan disatukan dalam wadah TNI (sampai saat ini disebut sebagai hari jadi TNI). Tujuan AOI disalah maknakan oleh pemerintah karena Syekh Mahfud menolak disatukan. Pemerintah menganggap bahwa yang dimaksud dengan memperjuangkan kemerdekaan adalah ingin memisahkan diri dan yang dimaksud dengan membawa misi islam adalah ingin membentuk Indonesia menjadi negara islam. Pemerintah menganggap bahwa AOI telah membangkang.

Pasukan pemerintah memborbardir somelangu ketika beliau beristirahat dibawah pohon beliau dijatuhi bom secara langsung, dan informasi yang berkembang di masyarakat sampai saat ini mereka masih percaya bahwa beliau masih hidup karena setelah pemboman, jasadnya disemayamkan dibawah pohon tersebut dan setelah beberapa hari pasukan pemerintah ingin membongkar kuburan tersebut dan tidak ditemukannya jasad beliau. Ujar Khotimul Hasan, yang masih kerabat keluarga ndalem Somelangu dan ketua PPI Kebumen.

Apa yang ada didalamnya mempunyai banyak kekurangan, ada banyak versi cerita tentang Somelangu dan situs lainnya. Mungkin ada yang ingin menambahkan sebagai informasi bagi yang membutuhkan dan konsumsi bagi pecinta sejarah, budaya dan traveling tentunya.



singgah dalam kenangan

Masjid Agung Kebumen (Di Alun-alun )

Tugu Lawet (ada juga yang menyebutnya Tugu Walet)







singgah dalam kenangan

Pasar Seruni
Pasar seruni pun memunculkan cerita yang tersembunyi, didalamnya terdapat sebuah pohon besar yang batang bawahnya gowong (berlubang besar) yang terletak ditengah pasar tidak boleh ditebang. Ketika memasuki area dekat pohon tersebut saya merasa ada sesuatu yang mengawasi dan seolah berjaga-jaga, entahlah mungkin hanya perasaan

Bendungan Pleret
Di tempat tersebut jauh sebelum masa penjajahan diadakan sayembara oleh raja mataram untuk mencabut tombak pleret dan yang berhasil akan menjadi senopati. Tak ada satupun yang berhasil mencabut tombak tersebut selain Syekh Abdul Kahfi, dan akhirnya beliau diangkat menjadi senopati perang mataram.













bulan pucat 2006

Buah Kertas, Hadiah Tembangmu

-kakek dasarata


Jadikan aku sinden atas tembangmu,

karena telah kuhafal irama

pada geliatmu

yang setitik nila


Barangkali senyummu sembunyi di balik mata kirimu

dan kelambu pipimu tak sengaja terbang

maka ku tarik lenganmu

ku ikatkan pada rantai penghabisan


Di rapatan malam

aku mengangkangi gemintang dan karibnya

untuk beradu geming

hingga kurebahi segala pulau di kolam bibirmu


Mungkin matamu akan terbang

Jelajah atau malah mengatup di kutub


Kembang-kembang tubuhku bergetar, menyala

dadamu berkabut

___aku tak lagi meniup lentera di jemari kakimu___


September, 2006


Sajak Rindu


Kutandai waktu yang karam

karam karam aku karang

kutatih rasaku runyam

runyam runyam pada ruang

kupendar nanar dengan kenang

kenang kenang begitu rindu


Kutandai waktu yang karam

karam karam aku karang

hingga kelam menjelma purnama


Oktober, 2006


Sepasang Sayapmu Tertinggal di Cakrawala
-kakek dasarata

Pada klausa langitmu

dinding dan atapnya kau tambal perak

Hingga langit enggan turun penumpang

kau masih sisakan lentera

penyulut api pada tungku rembulan merah

disangga kapal berlayar di cakrawala

gelombangnya adalah gumpal awan


Hingga kini

Sepasang sayapmu tertinggal di pekarangan angkasa

Berabad-abad hingga sebatang tulang


tinggal orang-gorang mengambang terbunuh luka  

meranggas racun bersarang sembilu di pagar wajahmu


Oktober, 2006


Parade Gonggong


Anjing-anjing tak bosan melumat bara

bara ambisi para peyot

makin mirip jerangkong


Anjing-anjing berkawan tikus

lelorong jadi pekat bau bacin

malah asyik main lompat tali


jubah-jubah dimantra suap

kendaraan mata ayah

kelabakan di rampok monyet

bisu


melarat model cutbrai

pucat pusara brankas-brankas


November, 2006


Perempuan di Bulan Gerimis

-Aisyiah nabila


Serupa biru

biru dikulum beku

sekat serupa cuaca menjelma parau

sebagaimana bibir letih mengigau


Perempuan di bulan gerimis

tergolek letih usai kembara di ranah kelabu

jika ranting hujan keburu deras

ia meraba air dalam kelu


Ah…bulan gerimis

kenapa waktu menjadi begitu sengit dan deru

kini matamu bertabur abu

adakah baramu di gerogoti gerimis


Perempuan di bulan gerimis

ritmis musik tarianmu

-tak perlu menerka lagi

selaput katakatamu

pengembaraanmu

pengembaramu pulang di bulan berapa


Perempuan di bulan gerimis

tunggulah bara di puncak purnama


Poetika, November 2006


Angka-angka


Poster idola bergeolgeol

jadi santapan aneh di dinding kepala

main boneka telanjang

nampang di etalase

Angka-angka merangkak di gumpalan otak

jadi tetumbal proyek barang antik

beruang berang makin mengerang

makin lahap makan sesaji

Satu, Sepuluh, Seratus, Seribu

Seberapa?

Ah… angka-angka

di tiang gantungan bermerek angka

di alas tidur dan jambanmu

di sepucuk sinyal dan plat motormu

di kantong payudara emakmu

bahkan di perut orok keponakanmu

di lekuk tubuh perekmu

dan di comberan belakang rumah tetanggamu

mereka berhamburan seperti kunangkunang

yang menjulurkan benang matamu

-lain kali biar di pahatkan nisan untuk angkaangka yang tak pernah mati

menahan nyeri di brankas kakek


November, 2006


Kakek Penunggu Hujan

-kakek dasarata


Kakek penunggu hujan

kini menyebulkan asap cerutu

di wajah anakanak yang berkalung nafas

dalam pekat kopi


Bara penghangat tubuhmu tak terbawa pulang

barangkali takut beku sesampai di rumah


Kakek penunggu hujan

kini kacaukan anak bermain kapal di telaga rupa

melempari mereka dengan puntung rokok


-Kek, biarlah mereka merangkai payungnya sendiri

menerka nasib dengan sepetak bara di pucuk rentamu


November, 2006


Suatu Petang di Bantaran Kali Code


Seperti membaui ketiak ribuan anak petang

di gelas kopi timbunan pekat

Lingsut domino meringkus lungkai

pada ranjang kepulan rokok

yang kian gesit lompati gerobak angkring

Petang begitu pasrah memihak keletihan

serupa liku-liku kelam dalam geliat mercury


November, 2006


Satu Episode di Timoho


Asap knalpot berjelaga di pangkal celoteh

serupa arakarakan puisi

yang menari di dedaunan sekalung debu


Jantung berubah denyut

barangkali jadi parade genderang penyambut nyeri


November, 2006



Perempuan dalam Gelas Kopi


Bising cerca

tawatawa

Sekelumit kata tentang rayu dan kelabu

dimana berang barangkali berai

Remangremang

menggenang

kenang

Perempuan ini

perempuan dalam gelas kopiku


Jogja, Desember 06


Lukisan Senja pada Sebuah Rumah Singgah


Lelaki dibingkai kaca jendela

menjelma desis angin selaut pekat


Kini matamu sayu di kumparan ombak

begitu kudengungkan bekumu pada selaput kabut


Lelaki di gelas arakku,

meja perjamuanmu hidangkan angin lalu

yang berubah surut pada lelautmu


macam buih pesona sembunyi di balik

kaca yang makin buram tersapu masa


Ah….kau,

kian sengkarut rambutmu disepuh rona senja


Trisik, Desember 06


Kedai Kopi, pada Suatu Ketika


Ada jamaah boneka catur

lompat tali di undak saraf

meraba lekuk malam


Ada rentetan asbak yang siap di senggamai serbuk latu

Ampas kopi begitu lembut mengecup berbatangbatang rokok


Ada lucut separoh tawa, lirih senandung pasrah:

hujan saja hari ini, takkan ada yang menjahit langit


Desember, 2006



Pada Derak Ingatan


Hujan petang ini mengirimiku kabar

tentang ingatan lelaut pada teras desember lalu

kerangka rumah bambu

menjelma siluet

diatap pepasir yang pasrah terserak panas

lalu dingin


Poetika, Desesember 2006


Ah….Gagu


Setumpuk catatan pada relief wajahmu

tiba-tiba diterpa lindu

menjelma puing bayang yang terseok dalam rona gulita


Lalu bagaimana kelak

menggeliati puisipuisi yang mampat di simpul ragamu


Bagaimana ku

membaca ayat pada ketiak dan selangkangmu

yang kian bacin


Ah…gagu



Desember, 2006


Tangga Masjid, Suatu Malam


Mampat,

Nggumam katakata

Yang melulu padam


Desember, 2006


Suatu Petang di Bantaran Kali Code (2)


Semalaman menyelami kali tawa dan geliatmu

seperti menyelinapi satu rupa di lengan kananku


Semalaman melulu bicaramu

mencari muara

-menggali makna, katamu

Tentang kurakura

semalaman meringis girang

melebur rentetan tawa yang beku berbulanbulan


Desember, 2006


Suatu Petang di Bantaran Kali Code (3)


Tak ada kunangkunang gaib yang menaburkan cahaya

seperti katamu

karena kunangkunang gaib telah kulumat bibirnya bersama

sepasi purnama yang menggenangi netra


tak ada jembatan,

karena batu, kayu dan bambunya telah menjelma

kita,

sampah boneka kurakura mungil yang

membingkai diri pada etalase kali

dan pojok pojok lukisan

ku acuhkan isyarat kelopak mata untuk mengatup

demi dengung alphabet yang menyeruak dari lidahmu


aih…tak ada ampas kopi rupanya,

mungkin mereka pilih menjadi tinta

bagi syahadat kemaraumu yang panjang

kelokan kali

kini kali puisimu keruh ditimpa hujan yang tanggal bermalammalam

alirannya mampat, di lumpuri katakata


Desember, 2006


Kutinggal di Bawah Keringat Cakrawala


Ku tinggal di bawah keringat cakrawala

sehelai sajak beku menunggui bara

kau nggumam, mungkin karena

telah kulumat bibir rembulan dalam pesta pora kesunyian

atau karena aku tak membayar

sajak yang lahir dari tubuh mungilmu?

aih…malah ngiang kupingku

kau mati menjadi hantu di malam buta

mudah saja jika aku mengusirmu

kusemprotkan parfum yang harum benyum di karat usiaku

belulangku keropos di lahap abu, lalu

lantak buyar asin keringat

aih…kini sajak berembun meninggalkan malam


Desember, 2006


Epilog


Seperti menjilati bulu matamu yang tak kunjung berasa asam

tubuhmu masih menyisakan ribuan kelok kata-kata

Kendang di dadamu terus bertalu hingga

orang-orang kesurupan kelakarmu lewat daun mata

yang menghijau di pucuk mimpi

Hingga para awan bergeol menabur serpihan perak,

orang-orang basah lalu nggigil


Desember, 2006



Rel, pada Derak Ingatan

-kakek dasarata


Matahari ketlingsut di rel kereta api

menyerak kerontang dedaunan yang

kian lepas dari tangkainya

padam semburat-semburat merah

kini rembulan dibuntel rupa kisut

terabai pucat redup lilin

rembulan lari ke laut

gelombang kesumat tak amblas

digilas gelagatgelagat gelitik

lari ke stasiun

lebih tepatnya kau banting botol arakmu

di rel keterasingan

lari ke langit

jadwal gerimis carutmarut

langit malah nendang hujan guntur lalu badai

ah…lari

mata batu membelalak di pucuk doadoa

meranggas sesenyap dingin sepertiga malam


Desember 2006



surat, kurcaci

begini lho kurcaci...

Masa transisi dari masa remaja akhir ke masa dewasa awal (17-21thbagi perempuan dan 18-22Th bagi laki-laki) (‘tidak lepas dari pengaruh lingkungan dan proses sosial seseorang’) dimana pada masa tersebut banyak mengalami proses psikis kaitannya dengan perubahan sikap, hubungan sosial, konflik yang bersifat kumulatif, pola pemenuhan kebutuhan, dll. Dari hal-hal tersebut kita dapat berusaha mengembangkan atau bahkan merubah cara pandang dan pola pikir terhadap sesuatu dilihat dari berbagai sudut pandang. Biasanya masih dalam proses belajar dan pencarian, itu tidak akan pernah selesai begitu saja, nantinya akan ada berbagai perkembangan yang mungkin belum terfikirkan saat ini. berusaha memaksimalkan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik dengan melakukan refleksi atau perenungan dan pengendapan yang diimbangi dengan perencanaan, target, prediksi dan solusi ke depan. Jika hamya melakukan perenungan tanpa di susul prediksi dan solusi malah akan menjadi kebutuhan psikis yang terpenuhi tapi sia-sia dan akhirnya malah menjadi suatu kondisi yang tidak tertata sebelumnya seperti gegabah dalam melakukan atau menyelesaikan sesuatu.

Adalah benar bahwa terdapat remaja akhir yang kesulitan menyusun rencana-rencana meraka sertya menetapkan pilihan, demikian pula dalam persoalan yang dihadapinya. Hal ini disebabkan oleh kondisi-kondisi social, ekonomis atau aspek-aspek psikis lainnya seperti kondisi emosi dan sikapnya. Kemampuan remaja akhir dalam tahun pertama dan seterusnya, jika tidak mendapat gangguan-gangguan lain akan mengalami perjalanan kemampuan berpikir yang stabil.

Disepakati oloeh para ahli bahwa sikap remaja akhir boleh dikatakan stabil. Hal ini berarti bahwa remaja senang atau tidak senang , suka atau tidak suka terhadap suatu obyek tertentu, didasarkan hasil pemikirannya sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengaruh-pengarauh atau propaganda orang lain yang berusaha mengarahkan atau mengubah sikap pendangannya yang diyakini benar, akan dinilainya benar berdasarkan ukuran baik atau buruk, benar atau salah. Pertentangan –pertentangan pendapat dalam hal-hal tertentu dihadapinya dengan sikap tenang, sehingga membuka adanya konsensus.

Perkembangan perasaan remaja akhir juga umumnya telah tenang namun tidaklah menutup kemungkinan adanya bentrok dengan orang lain.

Satu diantara sikap yang kuat dalam masa remaja akhir adalah tertutup terhadap orang dewasa khususnya terhadap pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi. Hal ini timbul karena keinginan mereka menentukan sikap dan keinginan untuk menjadi independent serta memecahkan persoalan-persoalannya sendiri. Biasanya remaja akhir terbuka terhadap teman atau kelompok sebaya dan akrab. Dalam kelompok-kelompok itulah siremaja akhir berdiskusi sampai menghabiskan waktu berjam-jam . problem yang biasa mereka bicarakan biasanya berkisar pada topic-topik falsafah (yang sering merupakan topic utama) hal-hal romans, rekreasi dan kadang-kadang juga perhiasan dan pakaian.

Beberapa minat berkembang dan dikuatkan dalam masa remaja akhir ini adalah minat terhadap lawan jenis, rekreasi, pendidikan, pekerjaan. Minat terhadap lawan jenis diperkuat. Ini artinya bahwa remaja akhir tidak lagi menampakkan pemujaan secara nerlebihan terhadap seorang lawan jenis. Mereka tidak lagi menampakkan”cinta monyet” san telah terikat oleh hububgab yang kuat. Mereka sering merindukan sehingga pergaulan kelompok besar temab sebayanya menjadi agak mengendor. Disamping itu sering pula terjadi apa yang disebut “dating” dimana remaja jatuh hati pada lebih dari seorang lawan jenis. Dalam usaha jalinan cinta seperti ini sering kali mendatangkan rasa geli bagi orang dewasa.

Bentuk lain jalinan cinta remaja akhir adalah “going steady” pilihannya telah relative tetap sebagai pasangan pergi bersama, tidak lagi mudah berganti-ganti kecuali jika ada persoalan serius antara pasangan yang bersangkutan. Dalam hubungan socialnya seorang remaja yang pergi secara tetap dengan teman kencan atau romans secara rahasia dapat mengakibatkan remaj yang bersangkutan terkucil dari kelompoknya…

…Demikian selanjutnya akan dibahas minat remaja akhir terhadap pendidikan, pekerjaan dan rekreasi…juga perkembangan minat dan cita-cita masa dewasa…



sajak abu

Hujan abu


Kelak akan kubakar dedaun basah

yang rembes menganak sungai

alir deras

sepakat hanyutkan dada kian karat

kujejali bibir yang kian sumbat

kalap dikerat gelagat anak masa

bulir perak ceceran

lalu sendat dicegat sekawanan keparat

mengerat erat dalam pekat

doadoa rebah beralas

perahu kertas yang menggasing dalam gelombang

jadi keringat pecah di belah pasang

serupa tontonan bagi tekateki yang belum jadi

Januari, 2008


Kuburan Abu


Matahari petak umpet di semak

petang mulai sangsai

rembulan mengerang di pucuk kamboja

tegun mengukir wajah gemintang

senja, telah mendedahkan segala berita

tentang kerinduan kemarau

pada jejarum anak mendung

bulirannya jadikan nisan tanpa nama

kini hujan abu genapkan kebisuan

jadi batu, lalu kelu dan gerutu

kelabu labuh setelah kayuh usia musim masam

kubur gugur bagi pencoreng kepala batu


Februari, 2008


Lelaki Abu


Lelaki abu

usik ritmis kepalang gerimis

bara tubuhnya mengabu abu

mencatat kebisingan


Lelaki acak rambut

dahi dan sudut matanya terlipat jadwal benah benah

usai bicara lingsut cuaca digelas kaca

kepul rokok lelap di kantung matanya

hingga kening rembulan keriput

tubuhnya masih menyisakan puisi


di rentetan petang aku mulai nyeri

lelaki abu singgahi ubun beku


Februari, 2008


Pengantin Abu


Kisah pengantin abu yang maharnya puisi

akad nikahnya dilangsungkan di bangku kosong

dengan selongsong omong kosong

dan buku harian belanja bolong

kolong ranjang tak gelinjang lagi

kecaman pecah tak dibuang di tong sampah

melainkan dikepala yang dikepal segepal bebal

sepasang pengantin abu

kembara ke kota boneka

menerka nasib dalam kalender yang sobek

sehari kemudian

persediaan makan tertinggal di jemuran

bising genting halaman rumah singgah


Februari, 2008


Bocah Abu


Mak, aku tak punya peta untuk tualang di malam lengang

kompasku benam di buru kenang

kunang kunang tak mampu

pertahankan waktu yang mulai sangsai dari ingatan

mesin pemburu bocah ingusan


Mak, aku tak punya uang untuk beli peta

uangku raib oleh kata kata

kantung doa mu juga bocor

kena pecahan kaca di trotoar

bekal sekerat tanda tanya dan sebotol air mata

dirampok preman yang goresan di pipinya makin menganga

udara serasa terlipat keringat

di nyala mercury aku sekarat


Februari, 2008


Lelaki Abu II


Lelaki abu

februari kelabu

mencari bekal kekal dari muasal


Pulang pergi

sebentuk detik bayang yang terselip lipatan cuaca

barangkali tetirah penunggu

kawal sampai usia terpancung di lahan musim semi


Gerimis dan udara bulan februari

menyimpanku serupa esbatu di kepalamu


kalender pulang pergi

mengangkut tubuhku yang akut

tertikam kuku ibu jarimu

sebentuk cincin petak umpet jari manis tangan kanan

menangkap asap rokok yang kau sebulkan sepekat pekat


barangkali catatan kebosananmu telah sampai halaman akhir

kertasnya tebar dikedua bola matamu


Februari 08

Lelaki Abu III


Menginap di rumahmu

suguhan bau mesiu dan debu nggebu

rumah yang mendesakku mencari benih gigih pagipagi


Rebahku di ranjang biru motif bunga lili

pintalannya mengikat lekat kepalaku

dengan komputer yang kerja keras di kelas sebelas

selimut bekas ku pakai dikamar sengkarut

bendera kancut carutmarut gantung tekateki di balik pintu


Di sini, bayanganmu ketlingsut di rak buku dan catatan abuabu

aku tak lelap, merapat katakata sekarat

Sarapan sekerat kunci rumah yang kau berikan semalam

pagi ini, kutemukan tubuhmu geletak di pintu belakang rumah


Maret 2008


00.02 - 01.53


Tekateki berlarian dalam pesan singkat telpon genggam

seperti angin ribut melesat bermalammalam

menyiapkan pesta kenaikan usia

di sebuah rumah yang makin tua


Disana,

perempuan perempuan menari dalam kulkas,

minuman bersoda dan esbatu

lagulagu kuyu keluar dari pintu ungu

melewati penunggu rumah yang kantuk disergap cuaca


Seseorang datang dengan pesan singkat

hadiah tanpa syarat dan kado mampat

mengacaukan pesta dengan tekateki yang kena kutukan

karena terlalu lama memeram kata


Aku hendak menamatkan ceracau dan makian

tapi hari terlalu dini untuk sebuah kekacauan

ya sudahlah, selamat ulang tahun

barangkali kau lupa menjemputku di stasiun


Tekatekiku kena kutukan ritual perburuan bermalammalam silam



6 Maret, 2008


Ayat Abu


Hujan tanggal di belahan rambutmu sayang

Di sana, mengkristal tetes kenangan

dan bayang kota yang bercumbu dengan kepedihan

daunan kering menjelma basah dan gemetar

terserak ranting kering menanggalkan pohon


angin membawaku mengikuti arah matamu

mengeja langkah yang kian dicacah gerutu

kulihat, kau kecup kening rembulan di balik rumpunan perdu

tangis di batu batu mulai menyerbu

kuburan bagi orangorang mati menistakan mata


aku pulang membawa sekujur hati yang redam

dalam senyap, api di tungku mulai menari hoyahoya

dendangkan kehangatan

senada ayat dalam puisi halaman pertengahan

yang kubacakan padamu saat aku mulai menerka warna pelangi


Maret ,2008


Langgam Subuh


Selepas subuh

tubuh lenguh dalam gaduh

meja kursi berantakan

catatan harian berserakan dalam adonan

siapkan sarapan lipatan masadepan

penggorengan pekat jelaga

menari asap di tungku yang purba

masakan mengapur

tunggu pelipur dalam sujud yang ajur


Maret, 2008


Bocah Senja


Bocah senja lungkrah jelajah peta

istirah bagi sekujur nanar dan kengerian

gubug renta tempat mengaduh

diguyur angin laut hingga dingin

meresapi tulangtulang


Gemonceng lonceng tanda akhir

gelayut di kuping sang bocah

ketakutan meloncat dari balik suara

mengeja perih


Bocah senja di haribaan pepasir dan anyir

daging segumpal sajak apak dan kerak tulang

lentera pucat dalam siluet jadi saksi bermalammalam

kalender sang bocah, keder tutup usia


Maret, 2008


sajak apak

Anyir, Perempuan Petang

Anyir perempuan menyeruak,

aromanya berbulanbulan beranakpinak di kepalamu

orang orang berkepala putih,

matanya ditumbuhi debu

menjelma batu 

perempuan,

pun melahirkan air dan udara

ia merawat matahari dan bulan

punya hujan dan abu 

ah…perempuan,

mengapa selalu digamit sengit oleh petang yang telanjang?

melulu kecipak kolam mainan dan ranjang,

anyir perempuan petang


Desember, 2006


Di Toko Sepatu

Lelaki muda mencari sepatu bermerek kusut

Berwarna abu dengan harga kecut

Mirip iklan di majalah kematian


Ia membelinya dengan harga jenaka

Tapi penjual tak punya kembalian


Ia tak punya banyak uang kecil

Hanya beberapa lembar kesenyapan

Yang tak cukup membayar sepatu


Lalu ia keluar dan menukarkan uang

Kembali masuk toko sepatu

Dan membayarnya dengan katakata dan puisi

Juni, 2007


Bau Kamboja

Tunas mendadak hanyut

Gigerus arus rupa yang kecut


Lalu sepotong kisah berlumut

Selimuti kota dengan lembab dan kabut

Jalan dan pasar jadi lengang


Sepasang ilalang mulai berontak

Pada gulungan angin penebar bau kamboja

Dan berkata tentang sejumlah kalimat

Yang mulai lucut dari kupingku

“ Ini nasib mengerucut

pecah porosnya ”

Mei, 2007



cerita kecil

Padang Abu


Aku terbangun dari istirah panjang setelah lelah berjalan seharian menyusuri debu dan asin keringat di jalan-jalan yang sesak uap dan bising kendaraan. Mencari remah roti juga sesuap sarapan dengan gitar tua peninggalan ayahku. Sudah seperti saudara sendiri, aku dan kawan-kawanku menuai cerita sepulang mengamen dari satu lampu merah ke lampu merah yang lain. Dari warung ke warung dan dari rumah ke rumah yang lain.

Tubuh serasa tak kuasa berdiri dan terhuyung. mencoba menengok jam raksasa yang dipajang di sebuah dinding luar hotel hingga dapat ku ketahui waktu menunjukkan pukul lima sore. Hari hampir gelap, biasanya aku dan kawan-kawanku berkumpul di suatu tempat untuk menuai cerita dan mengumpulkan receh penghasilan kami setiap harinya. tetapi mereka belum datang juga. Masih ku tunggu hingga pukul delapan malam mereka belum muncul juga. Ada apakah gerangan sehingga mereka belum berkumpul sampai sekarang. Ku tunggu hingga waktu menunjukkan pukul sembilan malam, kutatapi bangku kayu lapuk berwarna coklat tua yang pudar tempat kami melepas lelah dan membagi kisah. berkali-kali aku melongok ke kanan dan kiri jalan. Ku lepaskan pandanganku sejauh mungkin hingga berasa mereka akan segera datang. ketika mereka datang nanti, aku akan menceritakan dengan jelas dari setiap receh dan lembaran yang kudapat, juga lagu-lagu yang kunyanyikan dengan suara pas-pasan hingga orang-orang yang terasa enek segera memberiku uang agar aku lekas pergi atau malah mengacuhkanku begitu saja. Ada juga diantara mereka sepulang berbelanja ria di sebuah pusat perbelanjaan begengsi membawa beberapa tas belanja hingga tangan mereka tak mampu merogoh saku untuk menyisihkan sebagian yang paling kecil untuk aku dan teman-temanku. Kunanti dengan harapan besar tidak terjadi apa-apa terhadap mereka dan akan kami nikmati malam yang hangat meski tanpa orang tua dan saudara kandung.

Aku menunggu dengan pengertian yang besar kenapa mereka belum berkumpul sampai larut, ku tunggu dengan berbagai kemungkinan yang terjadi, apakah mereka terlibat tawuran dengan para pelajar yang mengerti bahwa tawuran itu tidak baik dan sangat merugikan banyak pihak. Atau mereka di hadang para preman yang biasa merampas hasil yang kami kumpulkan seharian. Ah.. ada apa hari ini, suasana sepertinya berbalik arah. Atau mereka digelandang ke kantor polisi karena kedapatan membawa benda tajam dan obat terlarang? Ah.. kawan-kawanku bersih, kami sudah sepakat untuk tidak berbuat demikian. Atau mereka digelandang oleh satuan polisi pamong praja karena kena razia di tempat-tempat bebas pengamen, atau karena keberadaan mereka mebuat risih dan mengotori pemandangan para borjuis.

Aku masih menunggu kawan-kawanku hingga larut. Tanpa sadar pulas bermimpi tentang kawan-kawanku yang sedang asyik bercanda kemudian aku terbangun, dan menemukan bangku-bangku yang masih sunyi.

Kutemukan semua yang ada di sekelilingku seperti ruh dan batu-batu putih berbagai ukuran dan bentuk, berlubang-lubang, seperti batu apung. Semuanya seperti masa lampau yang sangat lalu hingga asing di mata dan kupingku. Suara-suara makin lindap hingga tiada lalu ku rasakan tubuhku makin ringan dan kian samar hingga aku merasa tak dapat melihatnya lagi dalam waktu dekat. Tubuhku hilang dari bangku yang di penuhi batu apung.

Aku berada di tempat yang dingin menyejukkan, dingin berangin sekejap-sekejap. Ini hutan, penuh pohon pinus dan aku sendiri mencari entah siapa atau mungkin mencari diriku sendiri, tubuhku yang kubawa seperti bukan milikku. Aku masuk ke sela-sela pinus begitu saja tanpa tau siapa dan apa yang mengendalikanku, melayang di pinggiran tebing-tebing curam, Sungguh menakutkan bila aku sampai terlepas ke dasarnya. Tapi aku masih saja melayang dan semakin tinggi menyentuh awan-awan yang begitu lembut menelusupi jemari.

Aku tinggi dan lebih jauh hingga tak dapat ku tau entah disisi cakrawala yang mana. Di bawah sana, kulihat kota-kota sepi dan mati, semuanya batu apung, tanah, debu dan udara seperti abu. Tak ada bising kendaraan dan suara yang kudengar layaknya di kota. Menyusuri udara, dan wilayah yang mana ini, burung-burung menjelma patung, lautan berhenti berderak, ombak yang biasa menjulangpun tak ku temui batang hidungnya. Sungai-sungai berhenti mengalir semua diam tak bergerak dan tak bersuara. Ku temui di padang bunga semuanya masih kuncup, hilang dari warna-warni dan semuanya pupus.

Adakah ku temui seseorang yang dapat menjelaskan pedaku perihal semua ini. Ah..tubuhku makin ringan melayang begitu saja semakin tak terkendali, tiba-tiba kumparan angin tinggi menjulang menyapu tubuh kapas ini, berputar-putar hingga tak kuasa melihat saking kencangnya, angin itu menjatuhkanku ke suatu tempat, dan tak kurasa sakit lagi ketika jatuh karena tubuhku hanya kapas. Tempat itu tak asing lagi bagiku, ku coba mengingat-ingat dalam waktu yang lama, ternyata aku sedang berada di jembatan kotaku, tapi kendaraan-kendaraan berhenti membising, orang-orang terkumpul di suatu tempat, mereka sama seperti aku, kapas yang tadinya hilang dan melayang lalu terbawa angin yang mengamuk menyusuri cakrawala dan di jatuhkan di tempat ini

Mereka tak bicara, juga tak mendengar perkataanku, tak dapat saling menyentuh, kami saling asing. Ah..apa yang ku alami sebegitu jauh, dan sedang apa kami sebenarnya? menunggu kah? Lalu menunggu apa? ribuan pertanyaan menggumpal di pikiranku saling berebut mencari jawaban dan semakin keras aku berfikir, semakin ringan pula tubuhku, ia berasap, kepalanya retak lalu pelan-pelan meledak. Biasanya orang yang terkena duka selalu bersedih, tapi aku tak merasakan apa-apa. aku tak merasa sedih atau sakit kehilangan kepalaku. aku juga tak merasa senang. Rasaku hanya mengambang, tak bisa jatuh dan melayang. Tubuhku mengepulkan asap dan terbakar, aku tak bisa lagi merasakan panas. Kini aku kehilangan raga yang dulu membawaku dalam dunia nyata dan kini sudah tak bisa dikatakan nyata karena yang nyata ternyata sudah semu. lalu bagaimana denganku sekarang ini dan apa yang harus ku lakukan.

Langit menjelma malam yang sunyi menggetarkan serasa tak ada kehidupan lagi karena semua pekat, lampu-lampu padam, rembulan dan bebintang sudah enggan menampakkan wujudnya walaupun untuk sekedar menerangi malam yang sangat ganjil ini. Ragaku menghilang dan aku masih punya keinginan, lalu bagaimana mewujudkannya? Perasaan takut, cemas, kebingungan yang tadinya menghilang tiba-tiba muncul. Lalu apa yang dapat ku lakukan untuk memenuhinya dalam gulita tanpa wadah tubuhku.

Ingatanku memulih, menampakkan sesuatu yang ku harapkan aku merindukan kawan-kawanku yang menghilang begitu saja dalam waktu yang cukup lama. Apakah mereka menghilang di tempat yang sama, tak ada yang mendengar suara mereka dan aku, apa mereka juga terseret arus melalui pintu-pintu hutan pinus. Apa mereka juga melayang dan terdampar di muka dataran yang aneh ini, juga melewati cakrawala maha luas nan sepi di ikuti kebingungan, ketakutan dan kecemasan yang meletup-letup hingga mereka meledak dan terbakar, lalu kehilangan tubuh. Oh.. alangkah sakitnya mereka.

Aku masih berdiri dan terus mencari, mencoba mendengar apa yang dapat ku dengarkan, tapi sia-sia karena suara dan cahaya benar-benar telah lenyap. Percuma mengaduk-aduk pikiranku karena sudah tak bisa melakukan sesuatu dengan jiwa yang tanpa raga. Cemasku sebentar tumbuh dan lenyap di kepalaku. ah, bukan, aku lupa bahwa aku sudah tak berkepala, juga tak bertubuh. Tapi aku punya rasa yang dikembalikan setelah tubuhku tiada.

Malam mulai meninggalkan gelapnya, kini perlahan pagi, tapi bukan pagi. Matahari tak muncul, hanya terang saja tanpa ku tahu cahaya dari mana ini. Suasana kembali seperti ketika aku terjatuh di area koma ini.

Serpihan tubuhku berkumpul membentuk wadah ragaku dan menyatu dengan jiwa yang hampir lenyap ini, pelan-pelan sekali seperti suatu ritual sunyi yang sangat sakral. Aku kembali dengan tubuh ringan seperti kapas tiba-tiba melayang melintasi gelap tanpa cahaya setitikpun. Tanpa perlawanan kemana lagi tubuhku berpetualang tanpa kendaliku, melayangi gulita hingga jembatan kotaku yang sudah asing sesak manusia kapas sepertiku, tak bisa mendengar dan bicara kapada siapapun, tak ada pemimpin, tak ada yang dipimpin, tak ada yang sedih dan bahagia. Dari sana, kumparan angin yang menjulang kembali mengambilku, berputar dari poros ke poros dan mataku kembali terpejam lalu dalam sekejap angin itu menghilang tinggal tubuh kapas ini melayang lagi tanpa kendali dan sangat pelan dan masih kulihat di bawah sana orang-orang belum juga pulih. Ku lalui kota-kota makin abu dan tak ada perubahan yang kian membaik, semua bertambah buruk

Pelan-pelan sekali aku merasa akan kembali ke hutan pinus, menelusupi awan-awan lalu turun menyusur pinus-pinus yang segar dan hijau juga bunga-bunganya yang berserakan di lantai hutan menambah eloknya serasa tak ingin kembali dan damai di hutan. aku tersadar bahwaaku masih belum kembali, tubuhku memberat seolah ada yang meraih dan mengisi tubuhku dengan suara-suara seperti nyanyian dan sebuah panggilan atau mantra-mantra yang di teriakkan tapi kedengarannya lebih anggun dan bersahaja memanggil-manggilku dengan pengeras suara.

Ragaku sudah berkumpul dengan jiwa dan memberat, pelan kuikuti arah suara, mataku terbuka, samar ku tatapi bangku masih kosong dan kawanku belum kembali juga. Aku tersadar bahwa yang memanggil-manggilku dengan pengeras suara adalah gema adzan dari masjid besar di ujung jalan., Apakah semua yang ku alami berhubungan dengan ketidak tahuanku tentang adanya tuhan atau karena aku tak di kenalkan pada tuhan oleh orang tuaku? Atau aku tak pernah menyebut nama tuhan sekalipun dalam setiap episode hidupku?

2008







surat, peraduan malam

Nafas Senja


Kuterjemahkan apa matahari didadaku

Bila kutemukan bunga di jendela kamarmu

Halaman matahari bersepuh emas

Masih dikejar gulita menyisakan cemas

Bila cuaca sepakat menafaskan senja dalam dadaku

Dimana lagi kan kusimpan matahari sendu

Yang lengah membangun sinar

hembuskan rasa yang kupugar

(november '08)