LELAKI YANG HILANG DALAM MESIN ATM

Arum Fatima

 

Tepat pukul empat sore, lelaki setengah baya itu masih menunggu antrean panjang demi mengambil uang dari mesin ATM satu-satunya di kota itu. Antrean masih sangat panjang hingga lelaki itu tak dapat melihat kotak ATM yang berada dalam ruang kaca selebar dua meter. Ini kali ke seratus ia pergi ke ATM untuk mengambil uang dalam seratus hari terakhir ini, jadi setiap hari dalam seratus hari terakhir ini dia mengambil uang setiap hari. Tapi kami semua yang tinggal di daerah tempat ia bermukim tak pernah tau uang yang selalu diambil setiap hari itu dipergunakan untuk apa padahal ia hanya hidup sendiri, melajang maksudku.

 

Janggal sekali, di satu kota hanya ada satu mesin uang padahal kota itu pernah cukup maju dengan segala teknologi canggihnya, entah ada peristiwa apa di balik itu semua, segala yang ada di kota itu yang berbau teknologi dan informasi rusak dan hangus terbakar. Kami tertidur dalam waktu yang cukup lama sebelum tiba-tiba menyaksikan kota kami berantakan, entahlah, kami sendiri tak dapat menceritakannya secara jelas, karena kami sendiri tidak menyadari apa-apa, yang kami tau ketika terbangun, segalanya sudah hancur berantakan, kota yang penuh asap dari bekas mesin-mesin yang terbakar. Kami dan mereka sengaja membiarkan kota berantakan. Kami pernah mencoba memvereskan dan membersihkan sisa mesin-mesin yang terbakar, tapi di tempat lain, mesin yang lain juga hangus berasap dan jumlahnya ratusan setiap hari, mereka seperti robot-robot yang terbakar.

 

Kini senja, lelaki itu masih menunggu saja dan masih belum kelihatan juga ujung antrean itu. Sampai antrean belakangnya bosan dan tidak kuat mengantre dan satu persatu pergi sehingga tinggal ia saja yang antre paling belakang. Senjapun mulai habis waktu untuk bertugas. Senja pergi, digantikan oleh rembulan yang datang untuk menemaninya mengantre agar lelaki itu tak jenuh. Memang, senja dan rembulan ditugaskan untuk kerja Shift, bergantian maksudku. Bergantian menemani lelaki itu menunggu.

 

Semakin lama, rembulan makin pucat karena capek berdiri menemani lelaki itu, sebenarnya rembulan ingin cepat pergi, tapi waktu bertugasnya belum habis, seketika setelah waktu bertugasnya habis, rembulan segera menelpon fajar untuk cepat datang menggantikannya, tak lama kemudian, fajar datang, lalu bertanya kepada rembulan:”apakah lelaki itu masih terus menunggu, dia khan antrean terakhir, bikin capek dan susah saja”

Sudahlah, tugas kita hanya menungguinya, agar dia tak jenuh, bukan untuk menggerutu” balas rembulan.

“iya, iya, sekarang kamu pulang aja istirahat”tegas fajar

Rembulan lalu bergegas dengan wajah pucat menuju peraduannya. Dan giliran fajar tugasnya hanya sebentar saja lalu digantikan kakaknya, namanya mentari, waktu bertugas mentari lamanya hampir sama dengan rembulan. Hanya saja mentari lebih tangguh dan daya tahan tubuhnya sangat bagus.

Ini merupakan waktu terlama yang digunakan lelaki itu untuk mengantre. Padahal sebelumnya hanya sekitar dua menit sampai lima belas menit saja, entah berapa antrean yang ada di depanya hingga bilik sempit tempat keluarnya uang dari mesin yang aneh itu tak terlihat lagi.

 

Mentari mulai langsir, sudah waktunya senja menggantikannya. Perlahan lahan atrean itu mulai susut hingga bilik sempit tempat mesin uang itu terlihat dari kejauhan. Semakin dekat dari bilik, semakin berdebar pula hati lelaki itu karena membayangkan apa saja yang nantinya akan dibeli setelah mengambil uang dan keluar dari bilik itu. Tinggal lima orang lagi yang mengantre, kali ini tidak ada antrean lagi, dan yang terakhir adalah lelaki itu, yah kira-kira lima belas menit lagi waktu yang dibutuhkannya untuk menunggu. Setelah antrean didepannya habis, lelaki itu masuk ke bilik bermesin aneh itu dengan hati seperti dipacu kuda, ia tenangkan dirinya dengan menarik nafas dan mengeluarkannya dari mulut perlahan-lahan dan setelah cukup tenang, ia mulai memasukkan kartu kreditnya ke dalam mesin uang itu dan memasukkan nomor PIN yang hanya boleh diketahui oleh pemiliknya saja. Namun harapannya untuk mendapatkan uang dari mesin itu lanyap sudah seketika setelah ia berkali-kali salah memasukkan nomor PIN. Padahal ia telah menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mangantre, bahkan melibatkan senja, rembulan, fajar dan mentari untuk menemaninya, terlebih lagi ia telah menjanjikan gaji yang tidak sedikit untuk mereka dan kini ia dapati dirinya dengan tumpukan hutang, lungkrah di depan mesin yang kaya itu, mesin yang dipujanya selama ini. Tak lama lelaki itu mengiba, Ia terkesiap tak mau kalah dan diremehkan mesin itu begitu saja. Berulang ia pukul mesin aneh itu, dan umpatan tak pelak keluar dari mulutnya”mesin edan, mesin biadab”. Lelaki itu masih saja memukul-mukul mesin itu hingga fajar berganti mentari berganti senja. Tiba-tiba mesin itu mengeluarkan bunyi-bunyian aneh ketika menjelang datang rembulan. Bunyi itu semakin mengiang di telinga, semakin lama memekakkan gendang telinga, lelaki itu terhuyung dalam kamar ATM bersama mesin yang membawa sial baginya itu. Tubuhnya terpental dan berputar-putar mengambang seperti digerakkan energi magis yang tak pernah terkira selama ini. Disusul bunyi ledakan-ledakan, sahut menyahut dan sangat parau. Tentunya membuat orang ngilu dan risih mendengarnya apalagi suara-suara itu sangat dekat. Anehnya, tak ada peristiwa yang digambarkan suara-suara yang ada. Hanya ada suara ledakan, tak ada ledakan, hanya ada suara tembakan, tak ada orang menembak. Suasana tiba-tiba hening, semua hilang, parau hilang, ledakan hilang, senyap dan lelaki itupun hilang.