Ekstase Kamar Tengah

Untuk alasan apapun, aku tidak pergi

Kepalaku sakit di kamar yang kupadamkan sejak senja

Sementara di luar udara menyergap kepala dan akal

Keinginan selalu menjelma keparat kecil yang tak habis-habis membuat derita

 

Di kamarku, langit lebih runtuh, kota lebih terbakar, dan penjara lebih penjara

Di kamarku, orang-orang lebih sakit dan brutal

Di kamarku, rencana-rencana berjalan di tempat

Sementara di luar, kaki-kaki telanjang dapat mencapai tinggi menara, gedung-gedung megah, rumah-rumah mewah juga pabrik-pabrik dan perpustakaan yang selalu ingin kubakar.

Di kamarku, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi lebih keparat, pemimpinnya brutal dan sakit, pengikutnya dusta amanah

Di kamarku, tembok-tembok akan lebih runtuh

 

Selalu, di kamarku lebih dari lumpur atau gempa bumi

Di kamarku, bencana lebih dahsyat,

Rembulan pecah, sementara di luar sinarnya begitu memukaumu

 

Di kamarku, gincu lebih merah dari darah

Hak sepatu lebih tinggi dari hak kaki yang tak sanggup lagi menginjak tanah

 

Di kamarku, kutikam dada kekasih dan kupenggal kepalanya dari belakang

Sementara di luar, mereka sibuk mengelus dada dan kening kekasihnya

 

Di kamarku, banyak lagak penjaga moral

 

Di kamarku do’a-do’a terkunci

Mati lebih mati daripada mati

Juli, 2010

 

 

Gerhana Bola

bulan abu

bulan di matamu

bola di rambut dan keningmu

bulan menjelma warung-warung bir dan mercury

bola menutup bulan 

di bentangan dadamu


Juli, 2010

Pesiar Malam yang Sepi Cahaya

Karena ekor senja

Selepas ashar aku pulang dari sore yang papa

Tanggalkan wajah-wajah yang belepotan debu

Dan setumpuk peristiwa yang lenyap di lidah cakrawala


Karena ekor senja, ku sadar

Matahari hanya kenangan

Bagi mereka yang lelap

Tinggalkan matahari yang tunduk sebagaimana mestinya


Karena ekor senja

di bawah lanskapNya

kita bergandeng menjemput rembulan


2010


Di Stasiun

Aku ketakutan

di stasiun bersamamu

setelah kamu membeli tiket

kamu benar-benar akan pulang

 

Kuharap kamu paham kenapa harus

aku yang mengantarmu

bukan karena aku senang

melainkan agar waktu

dapat kuulur sepanjang mungkin

membuatmu tertinggal kereta

dan tetap disini

 

Apa kamu pun mengerti

kenapa aku membeli Koran?

kupastikan kita dapat bicara

hingga tak mendengar lonceng

kereta yang menjemputmu

 

Kamu tetap pulang juga

 

Esok, entah kapan

aku berada di kursi ini lagi menyambutmu

agar aku merasa

kamu memang tak pergi

 

2010

Lelayu

telah kau patahkan roman sepanjang masa

meninggalkan wajah yang sepah kau baca

hujamkan senja di punggung dan ubunku

___hien

berapa kalipun kukirim bangkai rembulan

tak pernah kau gerak dari semedimu

semedi yang mengantarmu

bercinta dengan dewa-dewa di ladang oranye

daun-daun ranggas

burung-burung ngungun

bayang-bayang menjauh dari batu-batu

___matamu masih saja pejam


candhik kala, 15 Januari 2010

Siluet

aku merasa seperti lelaki renta

yang berdiri dengan tongkatnya

sembari menatapi senja


Januari, 2010

Parodi

aku telah mengirim syair-syair kita ke tanah perbani

jika sayembara itu memenangkan kita

kelak kita bersua di sana kekasih


Januari, 2010

Obituari Anak Dara

Melati yang kutancapkan pada nisan museum ini

Tumbuh liar

Memecah diorama dan kaca-kaca

Mendekati matahari yang terjungkal

Di belakang museum

Kami tak hanya merajamnya,           

Tapi juga menghisap darah

Menebar kutukan

Melati-melati menjelma arca

 

Januari, 2010

 

Malam Perbani

Melewati Januari yang dingin

Musim sunyi mengaburkan

Paras suci yang muncul pada permukaan bulan

Seperti matamu yang selalu hujan

 

___saat itu pula, aku menemukanmu pada rindu yang purba

 

Dan kutegaskan sekali lagi padamu

Mencintaimu tak sekedar angka-angka

Ikrar picisan

Hamburan rayu dan pukau

Tapi menunggumu di tanah perbani

Lebih dari sekedar mencintaimu


Januari, 2010