Apa dan Siapa yang Gila

Rambutnya sebahu dan acak-acakan, nampak tidak terawatt dalam waktu yang cukup lama. Kaki, tangan dan wajahnya kotor tanah dan debu hingga nampak kehitaman. Tubuhnya tertutup kain usang dan kumal hingga nampak tak pernah sedikitpun tercuci dan tersuci. Lelaki itu duduk di bawah pohon asem, di sebelah hotel dan bangunan belanda kawasan Malioboro. Ia menyapa, melambaikan tangannya pada saya dengan senyum dan salam. Saya hampir meneteskan air mata ketika itu. Mengingat setiap orang yang lewat pada umumnya merasa waras menyebuit-nyebutnya, memanggil-manggil nama kamum mereka dengan sebutan ”gila” meskipun mereka menyebutnya di dalam hati.

Siapa yang sebenarnya gila? Yang bernafsu memenuhi segala kebutuhan dan segala ketidakbutuhan dengan menghalalhkan segala cara atau yang menepikan segala kebutuhan dengan segala ketidakbutuhan secara semeleh dan rendah hati. Siapa yang disebut gila?sementara mereka yang mengira dirinya waras telah lupa pada apa sebenarnya yang dicari dan bagaimana memenuhinya. Sementara mereka yang mengira diri mereka waras tidak mampu lagi menahan keinginannya untuk berlebihan dalam segala hal.

Ia yang kulihat jauh di sana jauh lebih waras karena menyapa siapa saya yang lewat, ia melayangkan senyum tanpa perlu berfikir siapa saja, tanpa harus tahu siapa yang ia lihat, siapa yang ia temui, apakah itu pencuri atau ahli fikir, apakah cantik atau tidak cantik, apakah seksi atau tidak seksi, apakah cerdasatau dungu, kaya atau tidak kaya.

Sementara orang-orang waras, apakah mereka saling menbyapa meski telah lama mengenal?apakah mereka menunjukkan kasih sayang semama manusia meski tidak saling mengenal?bahkan ia pun lebih tahu hal itu dari pada orang-orang yang pendidikannya terlalu tinggi.

Ia yang kulihat disana jauh lebih waras karena tidak sibuk berprasangka, tidak sibuk memikirkan bagaimana harus mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari apa yang dilakukan, ia tak perlu korupsi seperti orang-orang yang katanya wareas dan berpendidikan. Ia tak perlu menerima suap karena apa yang ia kerjakan dan ia lihat cukup menjadi suap baginya.

Ia tak perlu memikirkan bagaimana membeli barang-barang baru, ia tak berpakaian segrlamour mungkin seperti yang difikirkan orang lalu lalang di depannya tanpa permisi. Ia tak perlu membuat diri semenarik mungkin tanpa cacat sedikitpun dengan pekaian yang harganya melebihi biaya hidup satu tahun bagi sebagian orang karena yang ia kenakan adalah pakaian paling sempurna yaitu pakaian kejujuran.

Ia tak perlu repot dengan gengsi, tidak perlu kemaruk dengan uang, tidak perlu pamer, tidak sibuk dengan citra diri. Ia sangat berbeda dengan orang-orang yang katanya berpendidikan tinggi dan sukses namun saling rebut kekuasaan. Apanya yang sukses?

Ia berbeda dengan ahli fikir yang suka berdebat hingga mulutnya berbusa, ia berbeda dengan ahli agama yang saling menghujat dan saling mengkafirkan.

Masih belum kulupa wajah itu, wajah paling teduh seantero malioboro. Orang-orang sibuk berjalan mengejar mal, hotel, baju dan perhiasan. Sementara wajah itu, ya, wajah tiu diacuhkan dan diludahi. diakah kekasihNya yang waras meski terpinggirkan dan dihujat disetiap hati orang-orang yang lewat di depannya/menunjuk-nunjuknya dari kejauhan sambil menertawakannya. Namun ia tidak marah atau mengeluh sedikitpun. Ia selalu gembira meski tak punya apa-apa, namun kenapa yang punya mobil, rumah mewah, dan kekuasaan masih saja marah dan cemberut serta mengeluhkan apa yang dimiliki. Sebenarnya apa dan siapa yang gila?

22 Sept 2011

Tidak ada komentar: